Laman

Senin, 23 Mei 2011

Sasongko Jati

d) pekerjaan
memang bagi pakhe Narto, pekerjaan merupakan kewajiban, tapi hanya sebatas itu, tidak lebih.
Singkatnya, pekerjaan hanya dihargai sebagai sesuatu yg, walaupun tidak luhur, toh harus dijalankan.
e) penguasa
Dalam pandangan kitab ini, memenuhi kewajiban terhadap penguasa dianggap sebagai satu sarana yg dapat membebaskan manusia dari kesengsaraan hidup.
c.2. Memayu Ayuning Bawana
Manusia
Menginjak dunia
Melalui dunia
Dan meninggalkan dunia
Dengan jelas sekali sajak ini menerangkan, apa yg dimaksudkan dgn MAB. Ungkapan ini tidak mengatakan sesuatu pun yg baru, yg mengandung harapan bagi bawana. Sebenarnya satu-satunya yg dipentingkan ialah manusia baru didunia ini, manusia yg diperbaharui dan memperbaharui. Bumi tetap sama, tak dapat dirubah, tak dapat diperbaharui, karena dasarnya hanya materi.
Manusia sendiri laksana bulan purnama. Bulan yg menyinari, memperindah dan menerangi. Tapi meskipun begitu, jika ia tidak berbuat sesuatu pun, maka bumi akan tetap dingin.


KESIMPULAN (monggo dipun penggalih kiambak-kiambak mawon...!) :-)

Sasongko Jati

b.1. Tapa
Aja wareg, nanging aja luwe, aja kakehan melek, nanging iya aja kakehen turu; mangkono sapiturute, kaangkaha dewe kang sarwa sedeng, aja kongsi kaladuk utawa mung umbar-umbaran bae. Mungbae anggone ngurang-ngurangi kaangkaha saperlu, lan aja nganti diprusa kang ndadekake karusakaning raga, nanging dikuliknakna cecegah saka satitik manut kakuwatane..[4]
Setiap konsentrasi dapat dikacaukan oleh aktifitas nafsu. Nafsu tersebut erat hubungannya dgn fungsi-fungsi jasmani. Kalo seseorang masih muda dan kuat, maka nafsu-nafsu masih bergelora di dalam badannya, terutama nafsu egosentris.
Maka dari itu diperlukan salah satu bentuk tapa. Lewat tapa kekuatan badan diperlemah, hingga sikap dan perasaan terhadap sesama manusia manusia berubah. Orang menjadi sadar dgn relatifitas eksistensinya.
Dgn demikian, maka tapa, asal dipergunakan dgn seksama, dapat mengembalikan seseorang pada pusat hidupnya.
b.2. Pamudaran
Hidup adalah sebuah lingkaran, “sangkan paraning manungsa”. Dalam hidup ini ada banyak gerak-gerik, tetapi sebetulnya tak terjadi sesuatu pun. Atau apa yg terjadi tidak melibatkan diriku. Berkat pamudaran aku lepas dari semuanya itu, seperti orang mati di tengah-tengah hidup yg bergairah ini, mati sajeroning urip..
Keadaan hidup yg tercapai oleh tapa yg intensif dapat dilukiskan sebagai rasa kebebasan. Kebebasan batin inilah yg disebut pamudaran. Sebuah kebebasan yg membuat manusia tak lagi merasa terikat dgn dunia materil. ‘pamudaran’ sendiri berasal dari kata ‘udar’ atau ‘wudar’, yaitu melepaskan pakaian atau menguraikan seutas tali. Pamudaran berarti, bahwa seseorang dalam batinnya telah terlepas dari dunia indrawi.
Ciri khas dari pamudaran adalah lenyapnya segala gagasan dan pengalaman. Orang yg bersangkutan menghayati kebersatuannya dgn Tuhan.. Manunggaling kawula gusti.
c. Representasi
Apa yg terkandung dalam pengertian ‘representasi’ ini? Representasi disini adalah bahwa setiap orang yg telah mengambil jarak terhadap materi (bukan meninggalkan materi) dan menemukan kekayaan batinnya, sedang dalam perjalanan menuju kebersatuan dgn Tuhan. Bahkan ia menjadi Tuhan. Sebetulnya ia telah mencapai keadaan mati, sekalipun ia masih hidup. Ia ‘mati sajeroning urip’. Ia lepas dari daya hisap materi.
Dan karena menurut lubuk hatinya dia (hampir) bersatu dgn Tuhan, maka mau tidak mau, dalam kehidupan sehari-hari pun dia juga memperlihatkan sifat-sifat Tuhan (ngiribi sifate Allah). Tuhan adalah ketentraman - dia juga menjadi ketentraman, Tuhan adalah terang - dia juga menjadi terang. Ia menjadi semacam duta besar dari sang maha penguasa tertinggi bernama Tuhan.
Dan dalam hubungan ini, representasi dipecah menjadi 2 anak tangga, yaitu; kuwajiban dan memayu ayuning bawana..
c.1. Kuwajiban
Keplasing turu dadi pasemoning badan wadag. Manawa wong pinudju turu, mangka bandjur ngimpi iku dadi pasemon, manawa roh durung iklas ninggal kahanan ing wektu rahina (awan), pasemon jen manungso ora iklas ninggal kadonjan. Wekasan ing tembe bakal katurunake maneh ing kahuripan kuwadagan..
Pakhde Narto percaya, bahwa didunia ini terdapat semacam keindahan. Tetapi keindahan tersebut kabur. Keindahan itu baru menjadi jernih dan sempurna, bila semua orang, masing-masing pada tempatnya sendiri, menjalankan kewajibannya.
Lalu apa saja kewajiban-kewajiban yg menurut kitab ini harus dikerjakan oleh manusia? Secara rinci dapat dirumuskan sebagai berikut:
a) badan.
Yg dimaksud disini ialah badan manusia. Kita mempunyai kewajiban memelihara badan dan kesehatan jasmani. Badan sendiri tidak berharga, hanya semacam busana. Tetapi kita wajib memeliharanya, karena ia berfungsi sebagai kereta bagi roh.
b) keturunan
Selain badannya sendiri harus dipelihara pula badan yg akan datang, yaitu keturunan. Maka dari itu orang harus mengusahakan keturunan yg baik, agar roh dapat ditampung dalam suatu yg layak dan dgn demikian dapat bekerja terus demi keselamatan dunia.
c) budidharma
Budidharma adalah semacam kesediaan membantu sesama, dan merupakan suatu gladi resik sebelum orang dpt bersatu dgn Tuhan.

Sasongko Jati

kitab Sasangka Djati karangan R. Soenarto Mertowardojo.
Sasangka Djati adalah sebuah buku bertahun 1932 karya R. Soenarto Mertowardojo yg bertalian erat dgn pandangannya terhadap dunia materil. Dalam sikap hidup ini pakhde Narto membagi pandangannya dalam 3 unsur, yaitu distansi, konsentrasi dan representasi.
a. Distansi
Menurut pakhde, pengertian distansi disini adalah manusia mengambil jarak terhadap dunia sekitarnya, baik dalam aspek materil maupun spirituil. Meskipun begitu, distansi disini tidak dicari untuk distansi itu sendiri, melainkan sebagai jembatan penghubung bagi manusia agar dapat menemukan dirinya sendiri. Semacam tolak ukur kesadaran bagi manusia. Karena segala sesuatu dalam dunia (suka, duka, bahagia, sengsara) ini mengeruhkan kesadaran. Oleh karena itu manusia harus mengambil jarak terhadap dunia dan segala hal ihwalnya. Lebih mudahnya, jika manusia ingin mempunyai arti dalam dunia, maka terlebih dahulu dia harus merenungkan tentang dunia itu.
Distansi sendiri punya anak sikap yg tak bisa dipisahkan, yaitu; rila, narima dan sabar.
a.1. Rila
Sesungguhnya hal yg disebut ‘rila’ itu adalah keikhlasan hati dgn rasa bahagia dlm hal menyerahkan segala miliknya, hak-haknya dalam semua buah pekerjaannya kepada Tuhan, dgn tulus ikhlas, karena mengingat semuanya itu ada didalam kekuasaan Tuhan. Maka dari itu harus tiada suatu pun yg membekas didalam hati..[1]
Berulang kali saya menemukan kata ‘rila’ dalam ajaran ini. ‘rila’ yg bersinonim dgn kata ‘penyerahan’. Sebuah penyerahan yg tidak hanya berwujud dalam perbuatan-perbuatan yg insidentil dan spontan, melainkan harus merupakan sikap hidup yg tetap. Rila selalu menuntut suatu tekad yg dapat kita adakan karena mengharapkan sesuatu yg lebih baik sebagai penggantinya. Tetapi ada faktor-faktor lain juga dalam hidup sehari-hari yg dapat mendorong manusia untuk dapat bersikap ‘rila’ yg antara lain kekecewaan, perubahan, keterikatan dan berbagai penderitaan yg datang silih berganti dan lain sebagainya..
a.2. Narima
Sikap ‘narima’ itu adalah sesuatu harta yg tak habis-habisnya, oleh karena itu barang siapa yg berhasrat mendapat kekayaan, carilah didalam sifat narima. Bahagialah orang yg memiliki watak narima itu dalam hidupnya, karena ia unggul terhadap keadaan tidak kekal..[2]
Distansi juga nampak dalam pengertian narima. Artinya; merasa puas dgn takdirnya (bukan nasib), tidak berontak, menerima dgn rasa terimakasih.
Jika sikap ‘rila’ mengarahkan perhatian terhadap segala sesuatu yg telah kita capai dgn upaya sendiri, maka sikap ‘narima’ lebih menekankan pada apa yg ada, faktualitas hidup kita, menerima segala sesuatu yg masuk dlm hidup kita, baik sesuatu yg bersifat materil, maupun suatu kewajiban atau beban yg diletakkan diatas bahu kita oleh sesama manusia.
Narima tidak menyelamatkan seseorang dari mara bahaya, melainkan merupakan satu perisai terhadap penderitaan (penghayatan subyektif) yg diakibatkan oleh malapetaka. Yg menjadi pusat perhatian disini adalah ‘pikiran’ atau lebih tepat ‘rasa’ akibat malapetaka itu..
a.3. Sabar
Gegambaranipun tijang sabar punika kados dene seganten, ingkang boten bade ambaludag, senaosa toja saking pinten-pinten katahing lepen, manungsa iku sabisa-bisa kudu apengawak segara..[3]
Kata ’sabar’ sering kita jumpai bersama-sama dgn 2 istilah tadi, dan memang merupakan akibatnya. Hanya orang yg menjalankan rila dan narima akan menjadi sabar. Seorang yg dgn rela hati menyerahkan diri dan yg menerima dgn senang hati sudah dianggap sabar dgn sendirinya. Ia akan maju dgn sikap hati-hati, karena sudah menjadi bijaksana berdasar pengalaman.
Kesabaran merupakan “broadmindedness”, kelapangan dada, yg dapat merangkul segala pertentangan, betapapun besarnya perbedaan itu. Kesabaran laksana samudera yg tidak bertumpah, tetap sama, sekalipun banyak sungai yg bermuara padanya..
b. Konsentrasi
Dalam kitab ini, konsentrasi pun di bagi menjadi 2 bagian, yaitu; ‘Tapa’ dan ‘Pamudaran’.


masih ada sambunganya...! :-)